Saturday, October 17, 2009

Seorang Bocah Nyaris Ditukar Seekor Sapi Betina

KUPANG, KOMPAS.com — Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur diminta tanggap terhadap kasus penjualan seorang bocah di Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), belum lama ini.

Menurut Direktur Yayasan Purnama Kasih Ahryanto Ludoni di Kupang, Kamis (15/10), motif penjualan bocah di TTU itu diduga ekonomi.

Yayasan Purnama Kasih selama ini melakukan advokasi terhadap anak-anak putus sekolah, korban kekerasan, dan korban penjualan manusia di Kupang. Ahryanto Ludoni mengatakan, tanggapan dari pemerintah itu misalnya dengan menindak tegas pelaku dan memutus mata rantai perdagangan manusia melalui program peningkatan kesejahteraan. Sebab, alasan sebagian besar warga menjual manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Kalau penjualan bocah itu karena alasan ekonomi, pemerintah harus lebih tanggap mewujudkan program berbasis kesejahteraan masyarakat, bukan bermotif proyek," ujarnya.

Dia mengatakan, aparat penegak hukum harus bertindak tegas dengan menjatuhkan hukuman berat agar menimbulkan efek jera bagi oknum yang berniat melakukan tindakan serupa. Sambil membawa persoalan itu ke ranah hukum, menurut dia, aparat juga diminta terus mengembangkan informasi dari kemungkinan kerja jaringan perdagangan manusia di Timor dan menemukan kembali keluarga si bocah agar bersatu dengan orangtuanya.

Pernyataan Ahryanto ini disampaikan berkaitan dengan kasus penjualan seorang bocah oleh seorang laki-laki misterius kepada warga di Kelurahan Atmen, Kabupaten TTU, Minggu. Bocah itu semula dijual dengan harga Rp 1,5 juta kepada keluarga Martinus Naisili di Desa Letneo, tetapi karena Naisili tidak memiliki uang kontan, diganti dengan seekor sapi betina. Transaksi dibatalkan karena Naisili menginginkan anak perempuan, bukan laki-laki.

Pria misterius itu kemudian menawarkan bocah laki-laki itu kepada warga Kelurahan Atmen bernama Laurensius Leu, dengan harga satu ekor sapi jantan dan uang Rp 1,5 juta. Kesepakatan pun dicapai oleh mereka. Sebelum transaksi berjalan, komandan hansip setempat mendengar informasi tersebut, kemudian menangkap laki-laki penjual bayi tersebut dan menyerahkan tersangka ke Polres TTU.

Saat ini, bocah tersebut diasuh sementara oleh istri komandan hansip Kelurahan Atmen, Ny Theresia Fanu (52), sambil menunggu polisi menangani kasus itu dan mencari tahu keluarga si bocah. Ny Theresia Fanu mengaku, bocah itu tidak bisa berbicara dalam bahasa Dawan atau bahasa lokal masyarakat Timor dan enggan mengonsumsi makanan dari jagung.

Bocah itu minta makan nasi dan bahasa Indonesia-nya tidak lancar. Ketika ditanyai nama orangtuanya, anak itu hanya menyebut nama dua saudaranya, Ida dan Ande, sehingga menyulitkan keluarga itu untuk menemukan orangtua sang bocah.

Menurut Ahryanto, kasus penjualan bocah itu membuka mata pemerintah di NTT bahwa di daerah itu sudah ada praktik perdagangan manusia. Namun, karena pemerintah lemah dalam melakukan pemantauan sehingga sulit untuk menemukan jaringan perdagangan orang di balik kasus ini.

"Dengan kasus itu, pemerintah harus lebih tanggap lagi, apalagi jika alasan si penjual karena terlilit utang sehingga terpaksa menjual bocah," katanya.

1 comment:

  1. zaman sekarang Manusia sudah seharga sapi....
    lama-lama manusia juga bisa dimakan dagingnya.....

    ReplyDelete

LAGU INDO-BARAT

1. Bad Man