Thursday, November 5, 2009

Petani Dipukul Petugas Retribusi

BORONG, POS-KUPANG.COM -- Apes menimpa seorang petani asal Pesi, Desa Golo Ndari, Kecamatan Pocoranaka, Kabupaten Manggarai Timur. Petani yang membawa kemiri untuk dijual itu, dipukul petugas pemungut retribusi dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun Matim) di pos penjagaan Wae Naong, Desa Tengku Lawar, Lamba Leda, Matim, tiga pekan lalu.

Kasus itu sudah diadukan kepada anggota DPRD Matim, Mensi Anam, S.H oleh petani setempat. Kepada Pos Kupang di gedung DPRD Matim, Sabtu (31/10/2009), Anam mengatakan, sangat menyesalkan tindakan pemungut retribusi itu.

Tentang kejadian pemukukan itu, Anam menceritrakan, saat itu korban membawa kemiri dari kampungnya untuk dijual ke Ruteng. Di pos penjagaan, petugas minta bayar retribusi dan petani itu menyerahkan uang Rp 6.000 kepada petugas. Namun petugas itu minta tambah. Petani tersebut keberatan dan meminta agar kemiri yang dia bawa itu ditimbang agar diketahui pasti berapa retribusi yang harus dia bayar. Namun petugas itu malah naik pitam dan memukuli petani itu.

"Masyarakat perlu tahu berapa berat komoditi yang dibawa dan berapa yang harus mereka bayar. Masa di pos tempat menagih retribusi tidak ada timbangan, dan ketika petani omong malah dipukul. Petugas harus bisa menjelaskan berapa standar ukuran dan berat komoditi yang dikenai pungutan," jelas Anam. Dia meminta agar atasan pemungut retribusi itu menindak tegas bawahannya yang bersikap brutal kepada petani.

Kadis Hutbun Matim, Ignasius Kasino yang dikonfirmasi mengenai kejadian itu, mengatakan akan menjemput petugas yang melakukan tindakan itu. Namun ia tidak menjawab standar jumlah komoditi yang dikenai retribusi.

Anam mengakui pungutan oleh petugas sangat memberatkan, yakni Rp 100/kg untuk semua jenis komoditi. Masyarakat menolak karena merasa pungutan itu mengada-ada dan memberatkan, Petugas juga memungut sampai ke toko, tempat petani menjual hasil pertaniannya, serta adanya perlakuan petugas yang pilih kasih.

"Petani menolak karena sebelum pemekaran tidak ada pungutan seperti ini. Mereka juga menyesalkan petugas yang tidal adil dalam memungut hasil komoditi, " kata Anam.

Dia mengaku sempat menghubungi Kadis Hutbun Matim, Ignas Kasimo, namun kadis mengatakan, pungutan harus dilakukan karena berdasarkan instruksi bupati No. EP 977/31 a/X/2009, tentang penetapan patokan harga jual terhadap pengumpulan dan pengeluaran hasil pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan, hasil laut, hutan, ijin usaha pariwisata dan pengelolaan industri di Kabupaten Matim yang berlaku sejak 1 Oktober 2009.


Menurut Anam, instansi terkait perlu melakukan sosialisasi agar masyarakat mengetahui aturan atau kebijakan yang dibuat pemerintah. "Masalah ini pernah disampaikan dalam rapat paripurna dewan yang dihadiri Plt. Asisten Tata Praja, Frans Salesman. Aturan itu agar ditinjau lagi untuk dicabut karena perda itu tidak aspiratif. Pengertian sumbangan berarti ada unsur sukarela dan tidak tercantum besaran nominal yang hendak disumbangkan. Begitu juga untuk obyeknya, tidak semua masyarakat dikategorikan pihak ketiga yang bisa memberikan sumbangan," tegas Anam. (gg)


2 comments:

  1. saya jadi bingung... apakah retribusi terhadap komiditi ada perdanya? kalo memang ada kenapa tidak disosialisakan kepd masyarakat agar mereka sadar dan sukarela membayar, tentu perdanya bukan sebagai alat untuk mengambil keuntungan dari masyarakat penghasil komoditi. Kalo blm ada ato tidak ada perdanya maka bagiyang inisiatif menarik retribusi sesukanya dihukum seberat-beratnya bila perlu dipecat, karena mental sepeti itulah yg membuat rakyat tambah miskin

    ReplyDelete
  2. salah jalur. mestinya langsung ke polisi. itu kriminal.ini bentuk premanisme 'baju ijo'

    dewan jangan bicara. lapor kalau berpihak kepada rakyat...

    gonza di Papua

    ReplyDelete

LAGU INDO-BARAT

1. Bad Man