Sunday, October 24, 2010

Pungutan di TNK Kontroversi

LABUAN BAJO, Timex-Pungutan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Taman Nasional Komodo (TNK) sejak pertengahan 2010 menuai kontroversi.

Keputusan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) menetapkan sejumlah retribusi yang harus dibayar setiap pengunjung baik ke Pulau Komodo maupun yang melakukan aktifitas di laut seperti diving dan snorkel.

Pengunjung yang membawa kamerapun dikenakan tarif. Keputusan BTNK inipun menuai protes dari sejumlah pelaku wisata, bahkan pemerintah Kabupaten Manggarai Barat langsung mengirimkan surat agar keputusan BTNK tersebut ditangguhkan. Mengingat keputusan BTNK berbenturan dengan pungutan lain yang sudah dilakukan sejak tahun 2005.

Kepala BTNK Sustyo Iriyono kepada wartawan di ruang kerjanya beberapa waktu lalu mengatakan, PNBP yang dilakukannnya di TNK adalah menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 59/1998. Namun, Iriyono tidak menjelaskan lebih jauh alasan pelaksanaan PP tersebut mandul selama 12 tahun. PP 59 tahun 1998 tentang tarif PNBP ini baru diberlakukan sejak September 2010. Pihaknya mengakui pemberlakuan PP 59 ini mendapat protes dari sejumlah pelaku wisata termasuk pemerintah setempat.

"Ini adalah PP yang harus ditindaklanjuti. Dasar hukumnya jelas. Pihak manapun tidak dapat menghalangi aplikasi peraturan ini. Soal baru sekarang diterapkan saya sendiri juga tidak tahu kenapa PP ini tidak diterapkan oleh pimpinan sebelumnya," tegas Iriyono.

Sebelum keputusan penerapan pungutan PNBP di TNK sudah ada sejumlah pungutan diantaranya Conservasi Fund, sebesar 15 U$ dollar. Pungutan ini dilakukan oleh PT. Putri Naga Komodo berdasarkan Izin Pengelolaan Pariwisata Alam (IPPA) dari Dirjen PHKA Kehutanan RI. Pungutan yang dilakukan ini akan dikembalikan ke TNK dalam bentuk kegiatan konservasi.

Pungutan yang lain adalah retribbusi daerah. Dilakukan oleh pemerintah berdasarkan Perda Rertribusi Daerah tahun 2005 sebesar Rp 20 ribu. Iriyono mengakui soal pungutan pungutan ini namun pungutan itu tidak wajib dibayar oleh pengunjung. Sementara tarif sebagaimana diatur dalam keputusannya adalah wajib dibayar oleh pengunjung. "Pungutan-pungutan di luar PNBP menjadi tidak wajib. Mau bayar silakan kalo tidak bayar juga tidak apa apa," tegasnya.

Iriyono menegaskan, pihaknya akan membersihkan semua pungutan di luar PNBP dari kawasan TNK. Pungutan yang dapat diberlakukan dalam TNK menurutnya adalah PNBP sebagaimana diatur dalam PP 59 tahun 1998.

Iriyono juga membantah tidak ada konflik perebutan lahan di dalam kawasan TNK. TNK dibaratkannya adalah perempuan cantik yang seksi. Semua pihak punya kepentingan di lokasi tersebut. Karena menjadi rebutan maka pihaknya yang memiliki otoritas mau menyelamatkan aset negara itu. "BTNK punya kewajiban menyelamatkan TNK dari praktek pungutan di luar PNBP," tegasnya.

Iriyono juga membantah ada konflik dengan PT. PNK yang sejak tahun 2005 melakukan aktifitas serta menarik pungutan di dua lokasi dalam kawasan TNK berdasarkan IPPA dari Dirjen PHKA Kehutanan RI. Ditegaskannya, hubungan BTNK dengan PT. PNK dalam pengelolaan TNK baik sangat baik. Dijelaskannya, PT. PNK dalam IPPA di TNK hanya mengelola dua lokasi diantaranya Loh Buaya dan Loh Liang. Sementara di luar dua kawasan tersebut PNK dilarang beraktifitas termasuk urusan patroli.

Sementara itu Ketua Assosiasi Tour and Travel (ASITA) Kabupaten Manggarai Barat, Theodorus Hamun kepada koran ini di kantornya mengaku kecewa dengan sikap BTNK yang langsung menerapkan PP Nomor 59/1998 tanpa didahului dengan sosialisasi. Diungkapkannya, pengushaan travel mengalami kerugian. "Kami sudah terlanjur jual paket wisata sejak awal tahun, tiba-tiba dalam perjalanan ada keputusan penambahan pungutan. Keputusan ini kemudian kami minta dipending dulu," pintanya.

Hamun mempertanyakan sikap BTNK yang baru menerapkan PP tersebut. Padahal PP tersebut sudah lahir sejak 12 tahun lalu. "Sepertinya ada sesuatu yang telah terjadi. Bisa jadi PP ini dijadikan BTNK untuk mengusir PT. PNK dan Pemkab Mabar dari TNK. Mengingat selama ini kedua lembaga pemerintah dan swasta ini menraik retribusi dalam kawasan TNK," tegasnya.

Kekecewaan yang sama juga datang dari pelaksanaan harian (Plh) General Manager PT. PNK, Marius Saridin. Kepada wartwan ia mengatakan penerapan PP Nomor 59 tahun 1998 tersebut seharusnya didahului dengan membangun komunikasi dengan berbagai pihak seperti PT. PNK Yang selama ini turut membantu pengelolaan TNK, pelaku wisata dan Pemkab Manggarai Barat.

Komonikasi yang dilakukan ini menurut Saridin dapat menekan konflik dan dampak yang mungkin akan timbul pasca penerapan PP tersebut. "Selama ini kami tidak pernah diajak membicarakan soal penerapan PP ini oleh BTNK," tegasnya. (kr4)

No comments:

Post a Comment

LAGU INDO-BARAT

1. Bad Man